- Back to Home »
- Hipokondriasis dan Terapinya
Posted by : Rizki Candra Irawan
Sabtu, 15 April 2017
Nama : Rizki Candra Irawan
Kelas : 3PA11
NPM : 19514612
Hypochondriasis
1. Definisi
Hypochondria adalah ketakutan luar biasa
pada seseorang bahwa dirinya memiliki penyakit serius, meskipun dokter tidak
dapat menemukan bukti dari penyakit yang dikeluhkan orang tersebut. Penderita
hypochondria cenderung merasa bahwa tubuh mereka yang normal sebagai tanda
penyakit serius dan sibuk dengan ketakutan akan penyakit-penyakit parah yang
mereka derita. Ketakutan ini dapat mengganggu kegiatan yang biasanya individu
tersebut lakukan. Penderita hipokondria tidak secara sadar berpura-pura akan
symptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, sering kali
melibatkan system pencernaan atau campuran antara rasa nyeri dan sakit. Tidak
seperti gangguan konversi, hipokondria tidak melibatkan kehilangan atau
distorsi dari fungsi fisik. seperti sikap ketidakpedulian terhadap symptom yang
muncul yang terkadang ditemukan dalam gangguan konversi, orang yang
mengembangkan hipokondria sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli,
pada symptom dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang mereka takutkan. Meski
prevalensi hipokondria tetap tidak diketahui, gangguan ini tampak sama umumnya
diantara pria maupun wanita. Paling sering bermula antara usia 20 dan 30 tahun,
meski dapat muncul di usia berapapun.
Penderita hipokondria menjadi sangat
sensitive terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit
perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri (Barsky dkk.,2001).
Padahal kecemasan akan symptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik
tersendiri-misalnya, keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Dengan
demikian, Penderita hipokondria akan menjadi marah saat dokter mengatakan bahwa
ketakutan mereka sendirilah yang menyebabkan symptom-symptom fisik tersebut.
Mereka sering pergi ke dokter dengan harapan bahwa seorang dokter yang kompeten
dan simpatik akan memperhatikan mereka.
2. Ciri-Ciri Diagnostik (DSM IV-TR)
2.1.Orang
tersebut terpaku pada ketakutan memiliki penyakit serius. Orang tersebut menginterprestasikan
sensasi tubuh atau tanda-tanda fisik sebagai bukti dari penyakit fisiknya.
2.2.Ketakutan
terhadap suatu penyakit fisik, atau keyakinan memiliki suatu penyakit fisik
yang tetap ada meski telah diyakinkan secara medis.
2.3.Keterpakuan
tidak pada intensitas khayalan (orang itu mengenali kemungkinan bahwa ketakutan
dan keyakinan ini terlalu dibesar-besarkan atau tidak mendasar) dan tidak
terbatas pada kekhawatiran akan penampilan.
2.4.Keterpakuan
menyebabkan distress emosional yang signifikan atau mengganggu satu atau lebih
area fungsi yang penting, seperti fungsi social atau pekerjaan.
2.5.Gangguan
bertahan selama 6 bulan atau lebih.
2.6.Keterpakuan
tidak muncul secara eksklusif dalam konteks gangguan mental lainnya.
3. Penyebab
A. Perspektif
Biologis
Ditemukan adanya faktor genetik dalam
transmisi gangguan somatisasi dan adanya penurunan metabolisme
(hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer
nondominan. Selain itu diduga terdapat regulasi abnormal sistem sitokin yang
mungkin menyebabkan beberapa gejala yang ditemukan pada gangguan somatisasi,
yang bisa berkaitan dengan hipokondria. Selain itu, dapat pula diakibatkan oleh
faktor kognitif, yaitu ketika tanda-tanda tubuh normal disalah tafsirkan
sebagai tanda patologi organik yang serius. Proses perhatian selektif dalam
kecemasan kesehatan mungkin mirip dengan yang ditemukan pada gangguan panik.
Asumsi ini mungkin manifestasi dari pengalaman di masa lalu maupun yang sedang
berlangsung. Pengalaman yang kritis dapat menyebabkan gejala fisik yang tidak
terduga, yang sebelumnya tidak diperhatikan mengenai tanda-tanda tubuh. Ini
dapat terjadi sebagai pikiran otomatis yang negatif, yang mungkin melibatkan
citra hidupyang negatif. Sebuah peningkatan yang berfokus pada proses internal
tubuh seperti, denyut jantung, gastro-intestinal, proses menelan, bernafas dan
sebagainya. Selain itu mereka juga menjadai hiper waspada terhadap tanda-tanda,
seperti noda pada kulit, rambut rontok, pertumbuhan rambut tidak teratur, dan
ukuran pupil. Sebagai contoh, orang normal jika batuk akan menganggap dia
sedang batuk saja. Penderita hipokondria jika batuk berpikir bahwa dia terkena
TBC, atau bahkan kanker paru atau bahkan gejala HIV/AIDS.
B. Perspektif
Psikososial
a. Memiliki
penyakit yang serius selama masa kanak-kanak.
b. Memiliki
riwayat keluarga hipokondriasis
c. Pernah
mengalami stres berat yang menyebabkan trauma (misalnya, kematian orang tua
atau teman dekat)
d. Mungkin
terkait dengan gangguan kejiwaan lain, seperti kecemasan atau gangguan
obsesif-kompulsif. Dengan kata lain, hipokondriasis dapat mengembangkan dari
atau menjadi tanda dari salah satu gangguan lain
e. Memiliki
orang tua yang lalai atau melakukan kekerasan fisik, seksual, atau emosional di
masa kecil
f. Menyaksikan
kekerasan di masa kanak-kanak
g. Anak
yang dibuang
h. Alkoholisme
Hipokondria dapat terjadi pada pria dan
wanita. Hal ini dapat berkembang pada usia berapa pun, bahkan pada anak-anak,
tetapi paling sering dimulai pada awal masa dewasa. Khawatir tentang kesehatan
dapat merupakan manifestasi dari strategi waspada hiper diadopsi oleh
individu-individu sehingga tanda-tanda awal penyakit dapat dideteksi, atau
mungkin strategi takhayul dimaksudkan untuk menangkal bahaya berpikir positif.
C. Perspektif
Sosiokultural
Individu yang tidak mampu untuk
melakukan penyesuaian diri dengan perubahan-perubahan sosial yang sangat cepat
dan proses modernisasi semakin berat menjadikan individu menjadi tidak nyaman
sehingga timbul ketegangan dan tekanan bathin. Persaingan hidup yang berat
menjadikan banyak terjadi tindakan yang menyimpang seperti kriminalitas dan
hal-hal yang terhubung dengannya, sehingga menimbulkan ketakutan dan ketegangan
batin pada penduduk dan menjadi salah satu penyebab utama timbulnya macam-macam
penyakit mental. Kehidupan di perkotaan yang modern lebih menonjolkan kepentingan
diri sendiri dan individualism sehingga kontak sosial menjadi longgar dan tidak
peduli lagi akan kondisi orang lain. Dalam masyarakat seperti ini, individunya
selalu merasa cemas, tidak aman, kesepian dan takut. Kehidupan modern yang
penuh rivalitas dan kompetisi selalu merefleksikan diri dalam bentuk kebudayaan
eksplosif atau kebudayaan tegangan tinggi (hightension culture) dengan iklim
persaingan yang sangat melelahkan baik secara fisik maupun mental dan dapat
membuat manusia menjadi sakit´. Pengaruh lingkungan dan media massa yang
cenderung untuk menampilkan standar hidup yang tinggi dengan semua kemewahan
material menjadikan timbulnya kekalutan mental apabila seorang individu tidak
mampu untuk memenuhinya. Transisi kebudayaan dapat menimbulkan
ketidaksinambungan antara lompatan cultural yang kemudian menimbulkan
kebingungan dan ketakutan sampai berujung pada terjadinya mental disorder,
salah satunya hypochondriac.
4. Terapi
Cognitive-Behavioral Therapy
(CBT) merupakan salah satu bentuk terapi yang bertujuan membantu klien agar
dapat menjadi lebih sehat, memperoleh pengalaman yang memuaskan, dan dapat
memenuhi gaya hidup tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir dan perilaku
tertentu. Pendekatan kognitif berusaha memfokuskan untuk menempatkan suatu
pikiran, keyakinan, atau bentuk pembicaraan diri (self talk) terhadap
orang lain. Selain itu, terapi juga memfokuskan pada upaya membelajarkan klien
agar dapat memiliki cara berpikir yang lebih positif dalam berbagai peristiwa
kehidupan dan tidak hanya sekedar berupaya mengatasi penyakit atau gangguan
yang sedang dialaminya. Cognitive Behavior Therapy ini dibangun atas
dasar bahwa manusia memiliki potensi berpikir, baik yang rasional maupun
irrasional.
Berangkat dari anggapan bahwa
manusia tidak sempurna, cognitive behavior therapy berusaha menolong
mereka agar mau menerima dirinya sebagai makhluk yang akan selalu membuat
kesalahan, namun pada saat yang bersamaan juga tumbuh sebagai orang yang bisa
belajar hidup damai dengan diri sendiri. Jadi, cognitive behavior therapy
secara eksplisit menekankan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dan
bertindak secara simultan. CBT dapat digunakan dalam rangka membantu menangani
berbagai masalah yang dihadapi individu: seperti : depresi, kecemasan dan
gangguan panik, atau dalam menghadapi peristiwa hidup lainnya, seperti:
kematian, perceraian, kecacatan, pengangguran, masalah yang berhubungan dengan
anak-anak dan stres. CBT lebih memfokuskan pada hasil dan tujuan, termasuk
didalamnya adalah hasil jangka pendek (segera) dari proses konseling yang
sedang berjalan, yaitu tercapainya pengalaman positif klien yang relatif cepat
dengan adanya kemajuan perasaan yang lebih lega dan daya tahan. Konselor
kognitif behavioral biasanya akan menggunakan berbagai teknik intervensi untuk
mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan klien (Haag dan Davidson, 1986;
Meichenbaum, 1986). Teknik yang biasanya digunakan adalah:
a. Menentang
keyakinan irrasional.
b. Membingkai
kembali isu, misalnya menerima kondisi emosional internal sebagai Sesutu yang
menarik ketimbang sebagai sesuatu yang menakutkan.
c. Mengulang
kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan dengan
konselor.
d. Mencoba
penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi riil.
e. Mengukur
perasaan, misalnya dengan menempatkan perasaan cemas yang ada saat ini dalam
skala 0-100.
f. Menghentikan
pikiran. Ketimbang membiarkan pikiran cemas atau obsesional
“mengambil-alih)lebih baik klien belajar untuk menghentikan mereka dengan cara
seperti menyabetkan karet ke pergelangan tangan.
g. Desensitisasi
sistematis. Digantinya respon takut dan cemas dengan respon relaksasi yang
telah dipelajari. Terapis membawa klien melewati tingkatan hierarki situasi
untuk melenyapkan rasa takut.
h. Pelatihan
keterampilan social atau asertifikasi.
i.
Penugasan pekerjaan rumah. Mempraktikan
perilaku baru dan strategi kognitif antara sesi terapi.
j.
In vivo exposure. Memasuki situasi paling
menakutkan dengan didampingi oleh terapis. Peran terapis adalah memotivasi klien
menngunakan teknik kognitif behavioral untuk mengatasi situasi tersebut.
Saat
ini terapi kognitif dan behavioral telah diintegrasikan dalam bentuk intervensi
kognitif behavioral. Prosedur ini dilandasi oleh prinsip-prinsip bahwa :
a. Manusia
berespon terhadap representasi kognitif lingkungan dan bukan terhadap
lingkungan itu sendiri.
b. Representasi
ini dihubungkan dengan pada proses belajar.
c. Kebanyakan
proses belajar manusia dilakukan secara kognitif.
d. Pikiran,
perasaan dan tingkah laku berinteraksi secara kausal
Cognitive-Behavioral Therapy teknik yang sangat efektif digunakan dalam
pengobatan hipokondria. Pada kenyataannya, studi penelitian terbaru di kedua
Harvard University dan Klinik Mayo telah menemukan bahwa CBT adalah
pengobatan yang paling efektif untuk Kegelisahan hipokondria/Kesehatan. Salah
satu perkembangan CBT yang paling efektif untuk pengobatan Kegelisahan
hipokondria / Kesehatan, Mindfulness Berbasis Cognitive-Behavioral
Therapy. Tujuan utama dari Mindfulness Berbasis CBT adalah
belajar untuk menerima non-judgmentally pengalaman psikologis tidak
nyaman. Dari perspektif kesadaran, banyak tekanan psikologis kita adalah hasil
dari mencoba untuk mengontrol dan menghilangkan ketidaknyamanan pikiran yang
tidak diinginkan, perasaan, sensasi, dan mendesak. Dengan kata lain,
ketidaknyamanan kita tidak masalah - upaya kami untuk mengendalikan dan menghilangkan
ketidaknyamanan kami adalah masalah. Untuk individu dengan Kecemasan
hipokondria / Kesehatan, tujuan akhir dari kesadaran adalah untuk mengembangkan
kemampuan untuk lebih rela mengalami pikiran tidak nyaman, perasaan, sensasi,
dan mendesak, tanpa menanggapi dengan dorongan, perilaku menghindar, mencari
kepastian, dan / atau ritual mental yang . Menggunakan alat ini, klien belajar
untuk menantang ketakutan hipokondriacal mereka, serta perilaku kompulsif dan
penghindar mereka gunakan untuk mengatasi kecemasan yang terkait dengan
kesehatan mereka.
5. Daftar Pustaka
http://somatoformdisorders.net/subtype/hypochondria-disorder-definition-symptom-treatment.html
http://www.neiu.edu/~mecondon/cinfilm.htm
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001236.htm
http://www.neiu.edu/~mecondon/cinfilm.htm
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001236.htm
James
N. Bucher & Susan Mineka & Jill M.Hooley. (2007). Abnormal Psychology: core concepts.
Allyn
And Barcon Jeffrey S Nevid Rathus & Spencer A Greene&Beverly.(2000).Abnormal
Psychology : in a changing world.Prentice Hall Inc.
Wells,
Andrian. (1997). Cognitive therapy of
anxiety disorders; a pratice manual and conceptual guide.Canada:John Wiley
& Sons