Popular Post

mouse

L Lawliet - Death Note

Archive for Juli 2017

Terapi Aliran Psikoanalisa, Behaviour, dan Humanistik

By : Rizki Candra Irawan


PSIKOTERAPI
Macam-macam Terapi Psikologi Berdasarkan Alirannya




Kelas                 : 3PA11
Nama                :
1.       Ray Christa Sondra. S   (18514962)
2.       Reta Liuja                      (19514104)
3.       Ridha Ayu Putri             (19514282)
4.       Risma Mardiana            (19514513)
5.       Rizki Candra Irawan      (19514612)
6.       Santi Setiyowati             (1A514007)
7.       Tami Apriliani                (1A514652)


UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS PSIKOLOGI
2017
PSIKOTERAPI

Pada psikologi terdapat beberapa aliran yang dimana setiap aliran tersebut mempunyai terapi tersendiri seperti aliran yang kami pilih adalah aliran Psikoanalisis dengan menggunakan terapi transferensi, aliran Behavior dengan terapi desentisasi sistematis, dan aliran Humanistik menggunakan terapi client-centered therapy. Berikut ini adalah penjelasan dari terapi tersebut:

A.      Psikoanalisis: Terapi Transferensi
1.        Pengertian Terapi Transferensi
Transferensi pertama kali dijelaskan oleh Sigmun Freud dan diakui sangat penting untuk psikoanalisis agar lebih memahami perasaan klien. Transferensi adalah fenomena dalam psikoanalisis yang ditandai dengan pengalihan perasaan alam bawah sadar dari satu orang ke orang lain. Teknik ini merupakan teknik utama dalam terapi psikoanalisis karena dalam teknik ini masa lalu dihidupkan kembali. Pada teknik ini pun diharapkan klien dapat memperoleh pemahaman atas sifatnya sekarang yang merupakan pengaruh dari masa lalunya.
2.        Cara dan Tahapan pada Terapi Transferensi
Transferensi merupakan respon klien kepada seorang konselor dengan mengidentifikasi seakan-akan konselor adalah orang didalam kehidupan klien dimasa lalu dan mengembangkan reaksi emosional ke konselor, seperti misalnya tokoh orang tua atau kekasih. Teknik ini mendorong klien menginterpretasikan perasaan-perasaan positif dan negatif yang diekspresikan, teknik ini juga mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampau dalam terapi. Selain itu, saat transferensi berlangsung akan memicu munculnya perasaan benci, ketakutan, kecemasan dan sebagainya yang selama ini ditekan oleh klien, lalu hal tersebut akan diungkapkan kembali dengan sasaran konselor sebagai objeknya. Dalam konteks ini konselor melakukan analisis pengalaman klien dimasa kecil, terutama hal-hal yang meghambat perkembangan kepribadian klien. Tahapan pada transferensi antara lain:
a.         Tahap pembukaan
Tahap pembukaan ini terjadi pada permulaan interview hingga masalah klien ditetapkan. Terdapat dua bagian pada tahap ini, yaitu disepakati tentang struktur situasi analisis yang menyangkut tanggung jawab konselor serta klien dan bagian kedua dimulai dengan klien menyimpulkan posisinya, sementara konselor terus mempelajari dan memahami dinamika konflik-konflik ketidaksadaran yang dialami klien.
b.         Pengembangan transferensi
Perkembangan dan analisis transferensi merupakan inti dalam psikoanalisis. Pada fase ini perasaan klien mulai ditunjukan kepada konselor yang dianggap sebagai orang yang telah menguasai masa lalunya.
c.         Bekerja melalui transferensi
Tahap ini mencakup mendalami pemecahan dan pengertian klien sebagai orang yang terus melakukan transferensi. Tahap ini dapat tumpang tindih dengan tahap sebelumnya hanya saja transferensi terus berlangsung dan konselor berusaha memahami tentang dinamika kepribadian kliennya.
d.        Resolusi transferensi
Tujuan tahap ini adalah memecahkan perilaku neurosis klien yang ditunjukan kepada konselor sepanjang hubungan konseling. Konselor juga mulai mengembangkan hubungan yang dapat meningkatkan kemandirian pada klien dan menghindari adanya ketergantungan klien pada konselornya.
3.        Kelebihan dan Kekurangan Terapi Transferensi
a.         Kelebihan
·           Dengan terapi psikoanalisis ini, klien dapat terbantu dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis.
·           Terapi ini memiliki dasar teori yang kuat
·           Terapis bisa lebih mengetahui masalah dari diri klien, karena klien sendirilah yang memunculkan kembali pengalaman-pengalaman masa lalu klien yang tidak disadari menyimpan sebuah masalah dengan menghadirkannya kembali dari alam bawah sadar klien.
b.         Kekurangan
Freud mencatat sejumlah keterbatasan dari penanganan psikoanalisis ini yaitu:
·           Tidak semua kenangan masa lalu bisa atau sebaikanya dibawa ke alam sadar.
·           Penanganan ini tidak efektif untuk penyakit menetap dibandingkan dengan masalah-masalah yang terkait dengan fobia, histeria dan obsesi.
·           Selain itu setelah sembuh klien bisa saja mengalami masalah psikis yang lain.
·           Kekurangan yang lain yaitu dalam menjalankan terapi ini butuh waktu yang cukup lama untuk melakukan terapi sehingga membuat klien akan merasa jenuh.

B.       Behavior: Terapi Desentisasi Sistematis
1.         Pengertian Terapi Desentisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang digunakan untuk menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif, serta memunculkan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan tersebut. Teknik ini mengarahkan agar klien dilatih untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialaminya. Wolpe seorang ahli yang pertama mengembangkan teknik desensitisasi sistematis, mengajukan argumen bahwa segenap tingkah laku neurotik adalah ungkapan dari kecemasan serta kecemasan tersebut menurutnya dapat dihilangkan dengan respon-respon yang secara inheren berlawanan dengan respon tersebut. Dengan menggunakan pengkondisian klasik, maka kekuatan stimulus yang menyebabkan kecemasan dapat dilemahkan, dan gejala kecemasan dapat dikendalikan serta dihapus melalui penggantian stimulus.
2.         Cara dari Terapi Desentisasi Sistematis
Teknik ini digunakan bila seorang sangat cemas terhadap suatu stimulus tertentu. Kita semua merasa sangat cemas terhadap satu atau lebih stimulus. Stimulus itu mungkin berupa menempuh ujian, ular, tikus, rayuan asmara, berada sendirian, tempat-tempat yang tinggi (ketinggian), berjalan sendirian, suntikan, obat-obatan, berada di dalam tempat yang kecil atau tempat yang ramai, pintu-pintu yang terkunci, tangga yang curam, dan sebagainya. Pendekatan ini bertumpu pada fakta bahwa seseorang tidak dapat secara serempak merasa cemas dan relaks. Wolpe menggunakan relaksasi sebagai cara mengimbangi stimulus yang ditakuti.
Desensitisasi sistematis terdiri dari 3 tahap, yakni melatih relaksasi otot yang mendalam, menyusun hierarki kecemasan (urutan kecemasan), dan menghayalkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan yang diimbangi dengan relaksasi. Untuk laitihan relaksasi otot secara mendalam digunakan modifikasi prosedur dari Jacobson (1934). Di bawah instruksi terapis, pasien diajarkan untuk relaks dengan menenangkan dan kemudian mengendurkan sekelompok otot progresif. Tahap ini berakhir bila pasien dengan berkhayal mampu mengendurkan otot-otot.
Tahap kedua adalah menyusun hierarki kecemasan. Dalam suatu rangkaian wawancara, terapis berusaha menemukan situasi-situasi stimulus yang menimbulkan ketakutan atau kecemasan. Misalnya, orang yang mengalami ketakutan yang tidak masuk akal terhadap tempat-tempat yang tinggi (ketinggian). Mungkin ada beberapa hal di mana ketakutan muncul seperti berada dalam bangunan-bangunan yang tinggi, mengendarai mobil di tempat yang tinggi, terbang dengan pesawat terbang yang kecil, dan sebagainya. Untuk setiap hal itu sejumlah stimulus diurut berdasarkan bagaimana stimulus-stimulus tersebut menimbulkan ketakutan, mulai dari yang sangat kurang menakutkan sampai dengan yang sangat menakutkan. Misalnya, urutan dari stimulus-stimulus terbang dalam sebuah pesawat terbang yang kecil mungkin berupa:
1.        Berpikir mengenai terbang dengan sebuah pesawat terbang yang kecil pada suatu waktu di masa yang akan datang.
2.        Mengetahui bahwa dalam dua minggu Anda harus terbang dengan sebuah pesawat terbang yang kecil.
3.        Mengetahui bahwa minggu depan Anda harus terbang dengan sebuah pesawat terbang yang kecil.
4.        Berpikir bahwa besok Anda harus terbang dengan sebuah pesawat terbang yang kecil.
5.        Mengetahui bahwa hari ini Anda harus terbang dengan sebuah pesawat terbang yang kecil.
6.        Anda mengendarai mobil ke lapangan udara untuk terbang.
7.        Membeli tiket di lapangan udara untuk terbang.
8.        Melihat barang di bagasi Anda di letakan di pesawat terbang.
9.        Berjalan menuju pesawat terbang tersebut.
10.    Memasuki pesawat terbang kecil tersebut.
11.    Menggunakan sabuk pengaman.
12.    Mendengar suara mesin pesawat terbang dihidupkan.
13.    Mendengar pilot diizinkan terbang.
14.    Merasa pesawat terbang berjalan di landasan pacu.
15.    Lepas landas.
16.    Merasa pesawat terbang, terbang tinggi.
17.    Menengok keluar jendelan pesawat terbang ketika pesawat terbang itu terbang tinggi.
18.    Mencapai ketinggian di mana pesawat terbang akan menjelajah.
19.    Menengok keluar jendela pada ketinggian penjelajahan pesawat terbang.
20.    Mengalami angin rebut selama penerbangan.
21.    Menengok keluar jendela selama angin rebut.

Tahap ketiga adalah dengan berkhayal, stimulus-stimulus yang menimbulkan ketakutan dalam hierarki itu di imbangi dengan relaksasi. Tujuan dari tahap ini adalah menggantikan ketakutan terhadap setiap stimulus dengan relaksasi. Ini dilakukan dengan menyuruh klien membayangkan (menghayalkan) setiap stimulus yang menimbulkan kecemasan sementara klien berada dalam keadaan relaks. Prosedur-prosedur khusus dari tahap ini adalah (a) klien disuruh untuk membayangkan (memikirkan tentang) bermacam-macam adegan dari hierarki kecemasannya. Hal yang ditakuti dalam hierarki itu dikerjakan secara terpisah mulai dengan situasi stimulus yang sangat kurang menakutkan, (b) klien diminta untuk mengacungkan jari telunjuknya bila ia cemas pada saat membayangkan suatu stimulus, (c) mengambil hal yang ditakuti, dan kemudian klien disuruh untuk membayangkan situasi stimulus yang sangat kurang menakutkan pada hal yang ditakuti itu. Klien disuruh untuk berpikir tentang hal itu dan disuruh untuk relaks, dan setterusnya, (d) bila klien tidak memperlihatkan kecemasan, maka disajikan adegan berikutnya dalam hierarki kecemasan itu dan di imbangi dengan relaksasi. Secara bertahap klien dan terapis menelusuri hierarki kecemasan itu dengan cara seperti ini. Jika klien menunjukan kecemasan terhadap suatu stimulus, maka terapis menyuruh klien untuk relaks. Setelah klien relaks, suatu adegan ketakutan yang lebih rendah dalam hierarki itu kemudian disajikan dan terapis serta pasien secara bertahap menelusuri lagi hierarki kecemasan itu.

3.         Kelebihan dan Kekurangan Terapi Desentisasi Sistematis
a.         Kelebihan
Kelebihan dari desensitisasi melalui imajinasi adalah munculnya stimulus-stimulus yang ditakuti dapat diatur. Dengan menghadapi stimulus-stimulus yang ditakuti dalam hierarki secara bertahap lewat imajinasi, seseorang tidak mungkin didorong terlalu jauh oleh suatu peristiwa yang tidak bisa dikontrol. Sebagai teknik klinis, desensitisasi sistematis dinilai sangat efektif dalam mereduksikan kecemasan, ketakutan, dan fobia yang melakat pada kondisi-kondisi tertentu.
b.        Kekurangan
1.        Tidak semua terapis mampu berperan propagandist dalam penerapan teknik treatment desensitisasi sistematis.
2.        Dalam teknik desensitisasi sistematis perlu melibatkan teknik-teknik lain untuk membantu terapis. Contoh : relaksasi.
3.        Teknik memerlukan waktu yang lama untuk penerapannya sebab terdapat tahap-tahap atau tingkatan yang berkelanjutan dalam membantu terapis, misalnya:
a.         Tahap I                        : Menghilangkan kecemasan tingkat rendah
b.         Tahap II           : Menghilangkan kecemasan tingkat sedang
c.         Tahap III         : Menghilangkan kecemasan tingkat tinggi
4.        Terapis perlu membuat format-format tertentu yang sangat detail mengenai masalah pasien sesuai dengan tingkatan atau tahapan-tahapan teknik ini.           

C.      Humanistik: Client-Centered Therapy
1.         Pengertian Client-Centered Therapy
Client-centered therapy sering juga disebut psikoterapi non-directive, atau person centered therapy, yaitu suatu metode perawatan psikis yang dilakukan antara terapis dengan klien, agar tercapai gambaran yang serasi antara ideal slef dengan actual self. Carl R. Rogers mengembangkan teori client-centered therapy sebagai reaksi terhadap apa yang disebutkannya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan klien terhadap dunia subjektif dan fenomenanya. Pendekatan client-centered menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Pendekatan client-centered therapy (CCT) berpusat pada klien. Pendekatan ini sering pula disebut sebagai konseling diri (self theory), konseling non-direktif, dan konseling Rogerian. Client-centered Therapy mendasarkan diri pada pandangannya tentang sifat dan hakikat manusia. Pandangannya tertuju pada penghargaan martabat manusia.
Istilah client-centered sukar diganti dengan istilah bahasa Indonesia yang singkat dan mengena, biasanya dapat dideskripsikan dengan mengatakan: corak konseling yang menekankan peranan konseli sendiri dalam proses konseling. Awalnya corak konseling ini disebut konseling nondirektif. Hal ini untuk membedakannya dari corak konseling yang mengandung banyak pengarahan dan kontrol terhadap proses konseling di pihak konselor, seperti dalam konseling klinikal dan psikoanalisis. Asumsi dasar dari client-centered therapy adalah bahwa orang itu secara esensial bisa dipercaya, memiliki potensi yang besar untuk memahami dirinya dan menyelesaikan masalah mereka tanpa intervensi langsung dari puhak terapis, dan bahwa mereka ada kemampuan untuk tumbuh sesuai dengan arahan mereka sendiri apabila mereka terlibat dalam hubungan terapeutik.
2.         Cara Client-Centered Therapy
Rogers mengemukakan enam syarat dalam proses terapi person-centered yang harus dipenuhi oleh terapis. Rogers menyatakan bahwa pasien akan mengadakan respon jika:
a.         Terapis menghargai tanggung jawab pasien terhadap tingkah lakunya sendiri
b.        Terapis mengakui bahwa pasien dalam dirinya sendiri memiliki dorongan yang kuat untuk menggerakkan dirinya ke arah kematangan atau kedewasaan serta independensi, dan terapis menggunakan kekuatan ini seta bukan usaha-usahanya sendiri
c.         Menciptakan suasana yang hangat dan memberikan kebebasan yang penuh di mana pasien dapat mengungkapan atau juga tidak mengungkapan apa saja yang diinginkannya
d.        Membatasi tingkah laku terapi bukan sikap, misalnya pasien mungkin mengungkapkan keinginannya untuk memperpanjang pertemuan melampaui batas waktu yang telah disetujui, tetapi terapis tetap mempertahankan jadwal semula
e.         Terapis membatasi kegiatannya untuk menunjukkan pemahaman dan penerimaannya terhadap emosi-emosi yang sedang diungkapkan pasien mungkin dilakukannya dengan memantulkan kembali dan menjelaskan perasaan-perasaan pasien
f.         Terapis tidak boleh bertanya, menyelidiki, menyalahkan, memberikan penafsiran, menasihatkan, mengajarkan, membujuk, dan meyakinkan kembali.

Client-Centered menempatkan tanggung jawab tidak pada konselor, tetapi pada klien. Ada beberapa teknik dasar yang harus dimiliki client-centered adalah sebagai berikut:
a.         Mendengarkan klien secara aktif
b.        Merefleksikan perasaan klien
c.         Menjelaskannya
Teknik-teknik konselingnya adalah sebagai berikut:
a.         Acceptance (penerimaan)
b.        Respect (rasa hormat)
c.         Understanding (mengerti/memahami)
d.        Reassurance (menentramkan hati/meyakinkan)
e.         Encouragement (dorongan)
f.         Limited quetioning (pertanyaan terbatas)
g.        Reflection (memantulkan pertanyaan dan perasaan)
3.         Kelebihan dan Kekurangan Client-Centered Therapy
a.         Kelebihan
·           Memberikan landasan humanistik bagi usaha memahami dunia subyek klien, memberikan peluang yang jarang kepada klien  untuk sungguh-sungguh di dengar dan mendengarkan.
·           Mereka bisa menjadi diri sendiri, sebab mereka tahu bahwa mereka tidak akan dievaluasi dan dihakimi.
·           Mereka akan merasa bebas untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru.
·           Mereka dapat diharapkan memikul tanggung jawab atas diri mereka sendiri dan merekalah yang masang dalam konseling.
·           Mereka yang menetapkan bidang-bidang apa yang mereka ingin mengeksplorasikan di atas landasan-landsan dan tujuan bagi perubahan.
·           Pendekatan clien-centered menyajikan kepada klien umpan balik langsung dan khas dari apa yang baru di komunisikan.
·           Terapis tertindak sebagai cermin, mereflesikan perasaan-perasaan kliennya yang lebih dalam.
b.        Kekurangan
·           Cara sejumlah praktisi yang menyalah tafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap sentral dari posisi clien center
·           Tidak semua konselor bisa mempratekkan terapi clien center sebab banyak konselor tidak mempercayai filsafat yang melandasinnya.
·           Membatasi lingkup tanggapan dan gaya konseling mereka sendiri pada refleksi-refleksi dan mendengar secara empatik.
·           Adanya jalan yang menyebabkan sejumlah pempraktek menjadi terlalu terpusat pada klien sehingga mereka sendiri kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik.

REFERENSI

Riyanti, Dwi. B. P., Hendro, P. Psikologi umum 2. (1998). Jakarta : Universitas Gunadarma.
Yustinus, M. Kesehatan mental 3. (2006). Jakarta : Kanisius.
Tavris, C & Wade, C. (2008). Psikologi: jilid 1 edisi 9. Jakarta: Erlangga.
Spiegler, M.D. (2015). Contemporary behavior therapy 6th edition. Boston: Nelson Education, Ltd.











 

- Copyright © Angel Become the Devil - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -